al-islahonline.com : Kaum Salibis mengaku dibatasi dalam mendirikan gereja. Namun data Departemen Agama menyebut pertumbuhan gereja meningkat hingga seratus persen lebih. Jika dibiarkan, Indonesia sebagai negeri Muslim terancam menjadi imperium Kristus.
Rabu, di pengujung November lalu, Satuan Polisi Pamong Praja membongkar lima gereja di Desa Bencongan, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang. Lima bangunan gereja yang dibongkar adalah Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Huria Gereja Batak Protestan (HKBP), Gereja Pantekosta Haleluya Indonesia (GPHI), Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan Gereja Pantekosta Indonesia (GPI). Mengapa gereja-gereja itu dibongkar?
Berdasarkan keterangan pejabat setempat, pembangunan lima gereja yang berdiri di lahan seluas 110 hektar milik Sekretariat Negara (Sekneg) itu menyalahi aturan karena tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Sebelumnya, tiga kali peringatan sudah dikeluarkan Pemda Tangerang, namun pihak Kristiani tetap tak peduli.
?Bukan salah kami. Cara ini terpaksa kami lakukan, setelah cara-cara proseduran tidak berhasil,? kata Kepala Seksi Sarana Umum Satuan Polisi Pamong Praja Kabupatan TangerangTolib Efendi memberi alasan langkah Pemda Tangerang merubuhkan lima gereja saat itu.
Selain itu, aktivis Kristen yang taat pergi ke gereja ini menolak jika SKB dua menteri itu disebut menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Bahkan, ia menyatakan SKB tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945. ?Menjamin, apanya yang menjamin. Kalau SKB itu menjamin kebebasan beragama semestinya tidak sulit dong membangun gereja di Indonesia,? tandasnya kepada SABILI saat ditemui di kantor PGI, Salemba Raya No 10, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Bagaimana sikap ormas dan partai Nasrani lainnya, seperti Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Partai Damai Sejahtera dan lainnya? Dalam menolak SKB No 1 tahun 1969 ini, nampaknya kalangan Nasrani kompak berada satu ?gerbong? dengan PGI. Mereka menganggap, surat yang ditandatangani Menteri Agama KH. Moh. Dahlan dan Menteri Dalam Negeri Amir Machmud itu harus segera diganti karena menindas kebebasan beragama.
Tidak heran jika kaum Nasrani satu sikap dalam menolak SKB dua menteri tersebut karena ini menyangkut eksistensi agama dan keyakinan mereka. Namun yang menyedihkan adalah jika ada orang yang mengaku Islam tapi malah mendukung berdirinya gereja. Bahkan, dengan berkedok demokrasi, mereka menyalahkan pemerintah yang menutup sejumlah gereja liar. Sungguh sebuah keanehan di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini.
Di antara orang yang mengaku Muslim namun mendukung pendirian gereja liar, Dawam Rahadjo adalah salah satunya. Dalam sebuah diskusi Kebebasan Beragama dan Disintegrasi Bangsa di Jakarta, Kamis (8/12) lalu, salah seorang pentolan SEPILIS (Sekularisme, pluralisme dan liberalisme) ini mengultimatum pemerintah untuk segera mencabut SKB dua menteri tersebut.
Jika tidak segera merevisi SKB itu, sosok yang dinilai acap kali berpikiran nyeleneh ini, mengancam akan ada pejuang kebebasan yang muncul dengan tuntutan lebih tinggi lagi, yakni pembubaran Departemen Agama. Apalagi, secara hukum surat keputusan menteri itu, lanjutnya, tidak punya landasan hukum yang kuat. ?Yang lebih menyedihkan lagi, SKB tersebut kemudian dijadikan dasar untuk mengganggu keberadaan gereja, yang merupakan rumah Tuhan,? ungkap Dawam.
Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Agama (Depag) Dr. Imam Tholkhah, MA, menyangkal tuduhan SKB dua menteri itu membatasi pendirian gereja. Nyatanya, kata Imam, meskipun ada SKB, persentase gereja yang dibangun meningkat pesat, jauh melampaui masjid.
?Kalau kita lihat data sesungguhnya, pertumbuhan gereja justru meningkat tajam. Bahkan persentase kenaikannya lebih besar gereja ketimbang tempat ibadah umat lainnya, seperti masjid,? kata Imam saat ditemui SABILI di kantornya di Masjid at-Tin, Jakarta Timur.
Berdasarkan data Depag, kata Imam, rumah ibadah umat Kristen melonjak 131,38 persen dari 18.977 pada tahun 1977 menjadi 43.909 buah pada tahun 2004. Gereja Katolik naik 152,79 persen dari 4.934 pada tahun 1977 menjadi 12.473 buah pada tahun 2004.
Sementara itu, masjid, rumah ibadah umat Islam hanya mengalami pertumbuhan sebesar 64,22 persen dari 392.044 pada tahun 1977 menjadi 643.834 pada tahun 2004. ?Jelas pertumbuhan masjid lebih rendah ketimbang gereja,? tambahnya.
Jika mengacu pada laporan Depag di atas, maka persentase orang yang beribadah di masjid jumlahnya juga jauh lebih padat ketimbang orang yang beribadah di gereja. Satu masjid akan dipadati sebanyak 4.050 orang Islam, jika asumsi jumlah umat Islam berdasarkan laporan Depag tahun 2004 sebesar 177.528.772 jiwa dengan jumlah masjid tahun 2004 sebanyak 643.834 buah.
Satu gereja Kristen dipadati 269 orang penganutnya, jika jumlah kaum Kristen tahun 2004 sebesar 11.820.077 dengan jumlah gereja Kristen sebanyak 43.909 buah. Sementara itu, satu gereja Katolik akan dipadati sebanyak 491 orang, jika jumlah umat Katolik sebesar 6.134.902 dengan jumlah gereja sebanyak 12.473 buah.
Data Depag tersebut belum termasuk gereja-gereja yang berdiri di mal-mal, di kantor-kantor atau gedung-gedung mewah di Jakarta. Atau gereja-gereja non permanen, gereja kapel dan rumah-rumah yang disulap menjadi gereja, terutama di daerah-daerah terpencil.
Jika gereja-gereja yang tak terdata dijumlahkan dengan data resmi Departemen Agama, maka bisa jadi jumlah gereja yang didapat akan fantastik dan mengagetkan banyak orang. Negeri Muslim beribu gereja?
Jika benar negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim, seperti Indonesia ini memiliki jumlah gereja yang signifikan, maka ini benar-benar fenomena langka dan mungkin saja kasus pertama kali terjadi di dunia. Sebab, di negeri mana pun di jagad raya ini, jumlah tempat ibadah kaum minoritas disesuaikan dengan jumlah penganutnya secara proporsional.
Keadaan serupa terjadi di Belanda. Meski kebebasan beragama juga diakui oleh negara yang pernah menjajah Indonesia selama tiga ratus lima puluh tahun ini, namun kata Kadungga, intimidasi masyarakat kepada umat Islam dan masjid, tetap saja terjadi.
Bahkan teror kepada umat Islam, ujar Kadungga, makin kencang pasca kejadian 11 september 2001 lalu. ?Masyarakat berubah menjadi benci terhadap Islam karena dianggap sebagai teroris. Dan tidak sedikit masjid yang dilempari kotoran oleh masyarakat,? ungkapnya kepada SABILI.
Jika pertumbuhan gereja di Indonesia jauh lebih besar ketimbang masjid, kenapa pula kaum Salibis seperti kebakaran jenggot terhadap SKB dua menteri yang tujuan dibuatnya justru untuk mengatur dan menjamin hubungan antarumat beragama? Kenapa pula mereka terus-terusan mendirikan gereja, padahal jumlah gereja sudah banyak?
Ketua Umum FAKTA Abu Deedat Syihabuddin mengatakan, ngototnya kaum Salibis mendirikan gereja baru adalah wajar untuk memuluskan program kristenisasi di Indonesia. Jadi, bukan semata-mata sebagai sarana ibadah. Jika mereka mau beribadah dan berdoa mengikuti ajaran Yesus, katanya, cukup dengan masuk kamar.
Kegerahan kaum Salibis terhadap SKB dua menteri ?dimaklumi? Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Hussein Umar. Berkenaan dengan SKB, sikap kaum Kristen, menurut Bang Hussein, tidak ada yang berubah. Menurutnya, sejak dulu hingga kini, ada tiga hal yang acap kali kaum Nasrani tolak. Pertama, mereka menolak soal campur tangan negara dalam hal agama dan lembaga keagamaan. Kedua, mereka menolak segala bentuk pengaturan hukum yang berkenaan dengan agama dan lembaga agama. Ketiga, mereka menolak asas proporsionalitas.
Jelas sekali bahwa tujuan pendirian gereja seperti tertulis di buku ?Misi dan Penginjilan? karya Pendeta Niko Notoraharjo adalah dalam rangka penginjilan Indonesia. Tidak semata-mata untuk beribadah kepada Tuhan. Untuk itu, kaum Muslimin dan pemerintah hendaknya menyadari betul akan gerakan ini. Yang lebih penting dari itu adalah pemerintah dan umat harus menolak segala keinginan menjadikan negeri Muslim ini menjadi imperium Kristus. Sungguh ironis, jika di negeri Muslim ini, dibangun beribu gereja! (sabili)
Rabu, di pengujung November lalu, Satuan Polisi Pamong Praja membongkar lima gereja di Desa Bencongan, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang. Lima bangunan gereja yang dibongkar adalah Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Huria Gereja Batak Protestan (HKBP), Gereja Pantekosta Haleluya Indonesia (GPHI), Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan Gereja Pantekosta Indonesia (GPI). Mengapa gereja-gereja itu dibongkar?
Berdasarkan keterangan pejabat setempat, pembangunan lima gereja yang berdiri di lahan seluas 110 hektar milik Sekretariat Negara (Sekneg) itu menyalahi aturan karena tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Sebelumnya, tiga kali peringatan sudah dikeluarkan Pemda Tangerang, namun pihak Kristiani tetap tak peduli.
?Bukan salah kami. Cara ini terpaksa kami lakukan, setelah cara-cara proseduran tidak berhasil,? kata Kepala Seksi Sarana Umum Satuan Polisi Pamong Praja Kabupatan TangerangTolib Efendi memberi alasan langkah Pemda Tangerang merubuhkan lima gereja saat itu.
Selain itu, aktivis Kristen yang taat pergi ke gereja ini menolak jika SKB dua menteri itu disebut menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Bahkan, ia menyatakan SKB tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945. ?Menjamin, apanya yang menjamin. Kalau SKB itu menjamin kebebasan beragama semestinya tidak sulit dong membangun gereja di Indonesia,? tandasnya kepada SABILI saat ditemui di kantor PGI, Salemba Raya No 10, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Bagaimana sikap ormas dan partai Nasrani lainnya, seperti Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Partai Damai Sejahtera dan lainnya? Dalam menolak SKB No 1 tahun 1969 ini, nampaknya kalangan Nasrani kompak berada satu ?gerbong? dengan PGI. Mereka menganggap, surat yang ditandatangani Menteri Agama KH. Moh. Dahlan dan Menteri Dalam Negeri Amir Machmud itu harus segera diganti karena menindas kebebasan beragama.
Tidak heran jika kaum Nasrani satu sikap dalam menolak SKB dua menteri tersebut karena ini menyangkut eksistensi agama dan keyakinan mereka. Namun yang menyedihkan adalah jika ada orang yang mengaku Islam tapi malah mendukung berdirinya gereja. Bahkan, dengan berkedok demokrasi, mereka menyalahkan pemerintah yang menutup sejumlah gereja liar. Sungguh sebuah keanehan di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini.
Di antara orang yang mengaku Muslim namun mendukung pendirian gereja liar, Dawam Rahadjo adalah salah satunya. Dalam sebuah diskusi Kebebasan Beragama dan Disintegrasi Bangsa di Jakarta, Kamis (8/12) lalu, salah seorang pentolan SEPILIS (Sekularisme, pluralisme dan liberalisme) ini mengultimatum pemerintah untuk segera mencabut SKB dua menteri tersebut.
Jika tidak segera merevisi SKB itu, sosok yang dinilai acap kali berpikiran nyeleneh ini, mengancam akan ada pejuang kebebasan yang muncul dengan tuntutan lebih tinggi lagi, yakni pembubaran Departemen Agama. Apalagi, secara hukum surat keputusan menteri itu, lanjutnya, tidak punya landasan hukum yang kuat. ?Yang lebih menyedihkan lagi, SKB tersebut kemudian dijadikan dasar untuk mengganggu keberadaan gereja, yang merupakan rumah Tuhan,? ungkap Dawam.
Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Agama (Depag) Dr. Imam Tholkhah, MA, menyangkal tuduhan SKB dua menteri itu membatasi pendirian gereja. Nyatanya, kata Imam, meskipun ada SKB, persentase gereja yang dibangun meningkat pesat, jauh melampaui masjid.
?Kalau kita lihat data sesungguhnya, pertumbuhan gereja justru meningkat tajam. Bahkan persentase kenaikannya lebih besar gereja ketimbang tempat ibadah umat lainnya, seperti masjid,? kata Imam saat ditemui SABILI di kantornya di Masjid at-Tin, Jakarta Timur.
Berdasarkan data Depag, kata Imam, rumah ibadah umat Kristen melonjak 131,38 persen dari 18.977 pada tahun 1977 menjadi 43.909 buah pada tahun 2004. Gereja Katolik naik 152,79 persen dari 4.934 pada tahun 1977 menjadi 12.473 buah pada tahun 2004.
Sementara itu, masjid, rumah ibadah umat Islam hanya mengalami pertumbuhan sebesar 64,22 persen dari 392.044 pada tahun 1977 menjadi 643.834 pada tahun 2004. ?Jelas pertumbuhan masjid lebih rendah ketimbang gereja,? tambahnya.
Jika mengacu pada laporan Depag di atas, maka persentase orang yang beribadah di masjid jumlahnya juga jauh lebih padat ketimbang orang yang beribadah di gereja. Satu masjid akan dipadati sebanyak 4.050 orang Islam, jika asumsi jumlah umat Islam berdasarkan laporan Depag tahun 2004 sebesar 177.528.772 jiwa dengan jumlah masjid tahun 2004 sebanyak 643.834 buah.
Satu gereja Kristen dipadati 269 orang penganutnya, jika jumlah kaum Kristen tahun 2004 sebesar 11.820.077 dengan jumlah gereja Kristen sebanyak 43.909 buah. Sementara itu, satu gereja Katolik akan dipadati sebanyak 491 orang, jika jumlah umat Katolik sebesar 6.134.902 dengan jumlah gereja sebanyak 12.473 buah.
Data Depag tersebut belum termasuk gereja-gereja yang berdiri di mal-mal, di kantor-kantor atau gedung-gedung mewah di Jakarta. Atau gereja-gereja non permanen, gereja kapel dan rumah-rumah yang disulap menjadi gereja, terutama di daerah-daerah terpencil.
Jika gereja-gereja yang tak terdata dijumlahkan dengan data resmi Departemen Agama, maka bisa jadi jumlah gereja yang didapat akan fantastik dan mengagetkan banyak orang. Negeri Muslim beribu gereja?
Jika benar negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim, seperti Indonesia ini memiliki jumlah gereja yang signifikan, maka ini benar-benar fenomena langka dan mungkin saja kasus pertama kali terjadi di dunia. Sebab, di negeri mana pun di jagad raya ini, jumlah tempat ibadah kaum minoritas disesuaikan dengan jumlah penganutnya secara proporsional.
Keadaan serupa terjadi di Belanda. Meski kebebasan beragama juga diakui oleh negara yang pernah menjajah Indonesia selama tiga ratus lima puluh tahun ini, namun kata Kadungga, intimidasi masyarakat kepada umat Islam dan masjid, tetap saja terjadi.
Bahkan teror kepada umat Islam, ujar Kadungga, makin kencang pasca kejadian 11 september 2001 lalu. ?Masyarakat berubah menjadi benci terhadap Islam karena dianggap sebagai teroris. Dan tidak sedikit masjid yang dilempari kotoran oleh masyarakat,? ungkapnya kepada SABILI.
Jika pertumbuhan gereja di Indonesia jauh lebih besar ketimbang masjid, kenapa pula kaum Salibis seperti kebakaran jenggot terhadap SKB dua menteri yang tujuan dibuatnya justru untuk mengatur dan menjamin hubungan antarumat beragama? Kenapa pula mereka terus-terusan mendirikan gereja, padahal jumlah gereja sudah banyak?
Ketua Umum FAKTA Abu Deedat Syihabuddin mengatakan, ngototnya kaum Salibis mendirikan gereja baru adalah wajar untuk memuluskan program kristenisasi di Indonesia. Jadi, bukan semata-mata sebagai sarana ibadah. Jika mereka mau beribadah dan berdoa mengikuti ajaran Yesus, katanya, cukup dengan masuk kamar.
Kegerahan kaum Salibis terhadap SKB dua menteri ?dimaklumi? Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Hussein Umar. Berkenaan dengan SKB, sikap kaum Kristen, menurut Bang Hussein, tidak ada yang berubah. Menurutnya, sejak dulu hingga kini, ada tiga hal yang acap kali kaum Nasrani tolak. Pertama, mereka menolak soal campur tangan negara dalam hal agama dan lembaga keagamaan. Kedua, mereka menolak segala bentuk pengaturan hukum yang berkenaan dengan agama dan lembaga agama. Ketiga, mereka menolak asas proporsionalitas.
Jelas sekali bahwa tujuan pendirian gereja seperti tertulis di buku ?Misi dan Penginjilan? karya Pendeta Niko Notoraharjo adalah dalam rangka penginjilan Indonesia. Tidak semata-mata untuk beribadah kepada Tuhan. Untuk itu, kaum Muslimin dan pemerintah hendaknya menyadari betul akan gerakan ini. Yang lebih penting dari itu adalah pemerintah dan umat harus menolak segala keinginan menjadikan negeri Muslim ini menjadi imperium Kristus. Sungguh ironis, jika di negeri Muslim ini, dibangun beribu gereja! (sabili)
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda untuk postingan saya